Memberi dampak pada kehidupan melalui Firman yang Diterjemahkan

Seperti yang direfleksikan oleh para delegasi Pertemuan Global 2024 pada tema hari Sabtu. Firman yang Diterjemahkan, penulis Isaac Forchie duduk bersama Marilina Bongarrá de Vega, Ketua Dewan LETRA Argentina, untuk membahas bagaimana penerjemahan Alkitab berdampak pada kehidupan di Asia Tenggara. Marilina bekerja sebagai penerjemah sebelum menjadi konsultan penerjemahan Alkitab.

Bisakah Anda ceritakan sedikit tentang diri Anda?

Saya lahir di Argentina dan bersama suami saya, kami bergabung dengan Wycliffe pada tahun 1999 — itu abad yang lalu. Belum ada Wycliffe Argentina atau cara lain apa pun yang dapat kami gunakan untuk bergabung dengan Wycliffe pada saat itu. Jadi Wycliffe USA muncul dan itulah kesempatan pertama kami bergabung dengan Wycliffe. Pada tahun 2001, kami berangkat untuk melayani di Asia Tenggara. 

Di Asia Tenggara, kami melayani Komunitas Bonia. Kami bekerja dengan mereka dalam pengembangan bahasa, memproduksi kamus, dan mengadakan proyek pendidikan multibahasa. Beberapa bahasa yang kami gunakan sudah ada terjemahannya, ada pula yang belum. Di salah satu kelompok tersebut, Gereja Katolik sudah mencoba menerjemahkan Alkitab selama bertahun-tahun karena mereka telah menggunakan bahasa ibu. Mereka sudah mempunyai beberapa bagian Kitab Suci, tetapi mereka tidak bahagia bila hanya mempunyai itu saja. 

Kami bertemu dengan pria yang sudah menerjemahkan Alkitab selama bertahun-tahun. Ia sudah dua kali membuat draf Perjanjian Baru, namun satu kali naskahnya terbakar dan di lain waktu seorang pastor membawanya ke Eropa dan meninggal di sana, sehingga tidak ada cara untuk mengambil kembali draf yang sudah dikerjakannya. Kami berteman dengan salah satu pastor dan dia mengundang kami untuk membantu menerjemahkan Alkitab. Saat kami mulai bekerja dengan mereka beberapa kali seminggu, kami membuat perkiraan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan Perjanjian Baru—diperlukan waktu puluhan tahun untuk menyelesaikannya! Jadi, paroki memutuskan untuk mempekerjakan satu tim penerjemah penuh waktu dan setiap desa akan memberikan uang untuk membayar gaji para penerjemah.

Mereka berkata, “Karena kami mempunyai sumber daya, kami tidak mau menyia-nyiakan tawaran ini.” Begitulah cara kami mulai membuat draf Perjanjian Baru pada tahun 2005. Proyek ini berlangsung selama sekitar 15 tahun, dan Perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 2020. Kami melayani penerjemah nasional dengan cara itu dan ini merupakan kesempatan yang indah.

Menurut Anda, seberapa pentingkah penerjemahan Alkitab bagi komunitas?

Pekerjaan penerjemahan tentu saja sangat penting. Komunitas yang kami layani rindu mempunyai Alkitab. Mereka tidak hanya menginginkan Perjanjian Baru—mereka saat ini sedang mengerjakan Perjanjian Lama. Ketika saya pertama kali mendengar adanya orang-orang yang tidak mempunyai akses terhadap Firman Tuhan, saya tidak bisa membayangkan menjadi seorang Kristen tanpa bisa membaca Alkitab. Lalu saya bertemu banyak orang yang tidak mempunyai Firman Tuhan, namun mereka ingin tahu tentang Yesus.

Ketika pekerjaan penerjemahan sedang berlangsung, saya mulai mengadakan Pemahaman Alkitab dengan para wanita dari komunitas tersebut. Setiap kali kami menyelesaikan sebuah kitab, saya mengujinya dengan para wanita itu. Jadi, kami mempelajari Surat Efesus dan Filipi, sungguh menakjubkan bagi saya bagaimana mereka dipengaruhi oleh Firman. Mereka berkata, “Jadi Alkitab mengatakan hal ini?” Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang hal-hal yang ada dalam Alkitab.

Saya ingat seorang wanita mengatakan kepada saya bahwa dia mengira [Rasul] Paulus adalah Paus Yohanes Paulus II. Mereka begitu gembira mempelajari seluruh sejarah Alkitab—Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Penting sekali untuk melihat secara langsung dampak Kitab Suci terhadap kehidupan mereka.

Bisakah Anda berbagi pengalaman atau pelajaran yang Anda peroleh selama menjadi penerjemah?

Suatu kali kami sedang mengerjakan Lukas 7, di mana Yesus membangkitkan anak seorang janda, lalu terjadi sesuatu yang mengubah cara saya melakukan penerjemahan. Saya harus belajar banyak dari cara mereka melihat terjemahan. Terkadang kami berpikir kami akan mengajari mereka cara melakukan eksegesis—sesungguhnya, kami mengajarkan banyak hal, namun kami juga belajar banyak hal. Saya ingat bagaimana kami membaca perikop ini bersama tim itu. Yesus melihat orang-orang berjalan keluar dengan jenazah anak laki-laki yang sudah meninggal dan Yesus penuh dengan belas kasih sehingga dia mengulurkan tangannya dan menyentuh anak laki-laki itu. Ketika kami membacanya, seluruh ruangan berkata: “Dia menyentuh orang yang sudah meninggal!” Dalam budaya mereka, menyentuh mayat untuk tujuan apa pun sangatlah buruk. Dan itu mirip dengan budaya Yahudi pada saat itu, jika Anda menyentuh orang yang sudah meninggal, Anda akan menjadi najis.

Saya berpikir, saya sudah membaca ini beberapa kali, dan dalam budaya saya, biasa-biasa saja kalau orang menyentuh mayat. Kadang-kadang bahkan ada yang memeluk dan mencium mereka. Namun bagi mereka, mereka benar-benar menangkap momen penting ketika Yesus mengulurkan tangan-Nya dan menyentuh anak laki-laki ini dan hal tersebut memberi dampak yang besar bagi mereka. Jadi saya pikir, saya harus lebih memperhatikan untuk belajar dari mereka dan lebih dekat dengan budaya mereka. Kami semua tergerak oleh sentuhan, belas kasihan, dan mukjizat Yesus. Saya juga belajar bahwa saya perlu melihat budaya masyarakat setempat agar dapat menjangkau mereka dengan lebih baik.

Sebagai seorang penerjemah, apa dampak penerjemahan Alkitab yang Anda lihat?

Kami berangkat segera sesudah kami menyelesaikan Perjanjian Baru, dan kami harus kembali ke negara asal kami. Kami tidak ada di sana untuk melihat bagaimana mereka menggunakannya, tapi kami tahu mereka menggunakannya. Kita tahu bahwa baik Gereja Katolik maupun gereja injili menggunakannya untuk studi Alkitab mereka dan hal ini memberi dampak yang signifikan. Kami juga mempunyai tim dari FCBH (Iman Datang dari Mendengar) yang datang dan mencatat Perjanjian Baru, jadi mereka menggunakan para Pemberita untuk melakukan keterlibatan Kitab Suci, dan itu sangat menarik. Mengingat kami menerbitkan Perjanjian Baru, lalu pandemi dimulai, gereja menghadapi tantangan distribusi, namun segera sesudah pembatasan dicabut, semua kitab suci terjual.

Saya memikirkan tentang sesuatu yang terjadi pada saya bulan lalu ketika saya kembali untuk melakukan pemeriksaan konsultan - sungguh menakjubkan! Kami sedang memeriksa kitab Yosua dan kami sedang mengerjakan kisah Rahab. Mereka terkejut melihat betapa Allah berbelas kasihan terhadap dia dan keluarganya meskipun dia seorang pelacur. Sangat sulit bagi mereka untuk membayangkan hal itu. Itu luar biasa! Keesokan harinya, saya memberi tahu mereka bahwa kita akan membaca Matius 1. Dan mereka kembali mendengar tentang Rahab dalam silsilahnya. Mereka kagum dan kaget terhadap belas kasihan Yesus ketika mereka mendengar bahwa Rahab adalah bagian dari silsilah Yesus, yang merupakan hal yang sangat besar dalam budaya mereka. Ada seorang pria yang menoleh dan menatap saya dengan berkata: “Kami sungguh memerlukan Perjanjian Lama. Kalau kami tidak punya Perjanjian Lama, bagaimana kami bisa memahami Perjanjian Baru?”

Bagi saya, hal itu sangat menyenangkan untuk didengar, dan kami tahu itu; itulah sebabnya mereka melanjutkan proyek Perjanjian Lama. Pria itu berkata bahwa dia akan datang untuk memeriksa semua Perjanjian Lama karena ini pekerjaan yang sangat penting Kami sedang mengerjakan kitab Keluaran baru-baru ini dan orang-orang ini belum pernah mendengar tentang Musa, dan keajaiban yang telah Tuhan lakukan selama waktu itu. Jadi mereka sangat kagum. Seorang pria berdiri di tengah-tengah sesi pemeriksaan dan berkata, “Sungguh menakjubkan Allah yang kita sembah!” Ini Allah yang sama, yang mereka sembah selama bertahun-tahun, namun mereka hanya tahu sedikit tentang Dia. Sangat mencengangkan melihat mereka belajar tentang Allah dengan lebih dalam lagi.

 

Interview oleh: Isaac Forchie. Foto: Jennifer Pillinger

AI, Penerjemahan Alkitab dan Pertemuan Global

Teknologi yang berdampak pada penerjemahan Alkitab juga terbukti menjadi alat yang berguna (dan menyenangkan) bagi para delegasi di Johannesburg.

Baca selengkapnya

Sukacita, lalu kesedihan di Indonesia dan Benin

Injil dalam bahasa Kalumpang diluncurkan secara re...

Baca selengkapnya

Refleksi Afrika: Potensi pemuda, dan pelatihan

Strategi untuk membawa generasi muda ke dalam gerakan penerjemahan Alkitab dan bagaimana mendefinisikan ulang pengembangan konsultan merupakan beberapa isu yang dibahas oleh para pemimpin Area Afrika pada hari Jumat selama Pertemuan Global 2024. 

Baca selengkapnya